Gadget & TV for Kids, Good or Bad?

Buibuuu… 

Belakangan lagi nggak begitu aktif nge-blog karena Abi lagi aktif-aktifnya banget. Alesan lain sih sebenernya karena lagi nggak bisa terlalu attach sama gadget. Jadi bulan Maret lalu, aku balik ke Jakarta, ada suatu hal yang ganggu pikiran aku. Aku sering liat IG anak-anak temenku atau IG anak artis kok mereka yang usianya nggak jauh sama Abi udah mulai keluar beberapa kosakata. Kalau Abi, cerewet sih, tapi dengan bahasa bayi yang sama sekali nggak jelas.

Aku berusaha berpikiran positif bahwa setiap anak itu perkembangannya beda-beda. Abi cepet tumbuh gigi, cepet jalannya, tapi mungkin ngomongnya yang agak lama. Tapi, ternyata makin bikin aku kepikiran dan akhirnya mutusin buat konsul ke Dokter Tiwi di RSIA Bunda. Soalnya, yang aku tau Dokter Tiwi ini concern banget soal tumbuh kembang anak. 

Begitu ketemu Abi, Dokter Tiwi bilang nggak ada yang aneh sama Abi, dia normal dan mengerti apa yang kita obrolin. Tapi, saat konsul itu umurnya 19bulan dan masih dalam kewajaran dia belum bisa ngomong. Nah, nanti jelang 2 tahun, dia harus sudah mulai banyak kosakata yang keluar dari mulutnya.

Nah, satu hal yang paling dilarang keras Dokter Tiwi adalah nonton TV ataupun nonton video di media apapun. No excuse, waktu yang dibatasin ataupun tontonan yang khusus buat batita, pokoknya tidak menonton sama sekali. Beliau bilang, menonton akan membuat interaksi anak dengan lingkungan sekitar berkurang. Anak di golden age-nya sedang mudah sekali menyerap semua hal di sekitarnya. Anak harus banyak distimulasi dan diberikan permainan, diajak membaca buku dan bercerita, serta kegiatan outdoor.

Entah kenapa aku sangat setuju dan menilai apa yang dibilang Dokter Tiwi sangat masuk akal.


 Aku memilih memberhentikan semua akses tayangan yang sebelumnya sempat aku berikan ke Abi. Tapi, bisa diliat dari 3 foto diatas, Abi udah mulai “fanatic” buat nonton. Apalagi, tontonan ini akhirnya menjadi semacam “candu” dan mampu membuat agak tenang.

Awalnya, aku berpikir akan susah karena Abi udah sangat tertarik sama tontonan. Pernah lho, suatu malam dia mengigau turun dari kasur, menyerahkan remote TV dan meminta aku menyalakan. Serem yaaa! 

Cuma aku udah bertekad banget untuk berhentiin semuanya. Ternyata, memutus suatu kebiasaan anak yang masih sangat kecil tidak terlalu sulit kok. Kita tinggal mengalihkan perhatiannya aja ketika dia mulai minta diputerin tontonan. Nah, klkalau mau memulai ini, dibutuhkan dukungan semua pihak ya Buibu, termasuk seisi rumah harus rela mematikan televisi kalau ada Abi.

Percaya nggak percaya, cara ini ternyata efektif buat Abi. Dua minggu no TV no gadget, banyak kosakata yang muncul. Misalnya udh bisa bilang “bebem” (artinya bebek), “gajah”, “num” (artinya minum), “aju” (artinya baju), dll. Bahkan, kalau dibawa ke keramaian dia bisa secara mengejutkan nunjuk sesuatu dan nyebut namanya. Kaya waktu ke Inacraft, ada patung gajah dia langsung teriak “gajaahhh…” 

Sekarang jelang 22 bulan umurnya, Abi udah makin jago ngomongnya kaya bilang “yaaa… Atohhh…” (Artinya “yaa jatoh”. Lucunya, ocehan dia sudah makin bisa dimengerti dan kadang udah bisa niru apa yang kita ucapin.

Well, itu semua sih kembali ke pilihan masing-masing. Mungkin ada yang tetap ngasih tontonan buat anak-anaknya tapi anak-anaknya tetep oke-oke aja perkembangan bicaranya, ya Alhamdulillah. Cuma buat aku, ternyata cara ini yang memang efektif banget buat men-trigger Abi cepet ngomong.

Aku mulai mengurangi penggunaan gadget untuk aku sendiri, lalu menemani Abi bermain, mulai dari bermain mobil-mobilan, kereta-keretaan, membaca buku cerita, dan mengajak mengobrol layaknya teman. 

Main mobil di luar rumah, sambil menyapa fans-fans, ha ha ha

Ditambah lagi, aku sering bawa Abi untuk bermain di playland, arena permainan outdoor, tempat wisata, dan bertemu dengan teman-teman seumurnya. Setiap habis pergi, pulang ke rumah Abi jadi tambah ceriwis. Sepulang bermain, aku akan tanya-tanya dia untuk mengingat kembali dia dari mana, melihat apa saja, pergi dengan siapa, dan kegiatan apa yang dilakukan di sana.Bahkan, kadang dia bisa menyebut beberapa nama teman bermainnya. Super gemas! 

Oiya, buat Buibu yang mau coba konsul sama dokter Tiwi, bisa bikin appointment ke contact centre-nya RSIA Bunda yahh 🙂

Semuanya dapet kiss dari Abi nih hihi…muaaaahhhh

XOXO,

Icha

9 thoughts on “Gadget & TV for Kids, Good or Bad?

  1. Hai kak ica.. ember sih katanya anak di bawah usia tiga tahun ga boleh sama sekali terterpa tv dan gadget. Tp gegara klo di rumah sendiri ngga bisa masak, bersih-bersih, dll. klo dia mau dihibur terus jdnya sejak usia 1thn anakku mulai nntn tv jg deh dikit2. Hufttttt… jadi ibu memang berarti tiada hari tanpa merasa bersalah 😩. Cemumuuut

    Like

    1. Halo mbak.. Aku tdnya juga gitu krn ikut suami keluar kota ga bisa ngapa2in kalo ga dikasi tontonan. Cara siasatinnya akhirnya kasih dia mainan sebanyak2nya, kasi buku gambar juga, kasi buku2 bacaan. Intinya bikin dia sesibuk2nya 🙂 semoga berhasil mbak hehe

      Like

  2. Sama persis kasusnya dengan Nolan. Sekarang malah sudah 25 bulan. Gadget lebih gampang stopnya, tapi tv susah karena si kakak nonton. 😦 Ini masih bahasa planet dan cuma ada beberapa kata yang bisa diucap. Udah mulai terpikir konsul aku juga. Salam untuk Abi.

    Like

  3. Pingback: Icha's Diary

Leave a comment